Mulai perjalanan saya dan keluarga melintasi Sumatera Utara pada akhir tahun 2024, setibanya di Bandara Kualanamu, kami sengaja mengambil jalur unik menuju Berastagi. Keputusan untuk bermalam di kota sejuk ini sebelum melanjutkan petualangan ke area Toba dan Samosir terasa istimewa, mengingat selama ini saya belum pernah sekalipun menginjakkan kaki di Berastagi. Ini adalah kesempatan pertama untuk mengeksplorasi pesona tersembunyinya.
Kebingungan sempat menyelimuti, mencari destinasi wisata apa yang tepat di Berastagi, apalagi dengan keterbatasan waktu kami. Prioritas saya adalah menemukan tempat yang praktis, namun tetap memancarkan esensi khas kota tersebut. Setelah menelusuri berbagai informasi, satu nama menarik perhatian saya dan menjadi pilihan utama: Taman Alam Lumbini.
Lantas, keindahan seperti apa yang menanti di Taman Alam Lumbini?
Suara Sunyi Taman Alam Lumbini
Seketika nama “Lumbini” membawa ingatan saya pada tempat kelahiran Siddharta Gautama yang sakral. Taman Alam Lumbini ini berlokasi di Desa Dolat Rayat, sekitar 2-3 jam perjalanan dari Medan. Meski sedikit terpencil dari jalan utama dengan akses yang belum beraspal sepenuhnya, jalur menuju ke sana masih sangat nyaman dilewati mobil. Berkat kemudahan akses melalui Google Maps, menemukan permata tersembunyi ini bukanlah hal yang sulit.
Sepanjang perjalanan, pemandangan sawah, kebun, dan ladang milik penduduk lokal membentang luas, menegaskan mengapa tempat ini dinamai Taman Alam Lumbini; ia benar-benar menyatu dengan alam. Bunga-bunga Hydrangea yang bermekaran di pinggir jalan menambah keindahan, sementara cuaca mendung kala itu semakin menyempurnakan suasana, menghadirkan semilir udara sejuk khas kota Berastagi yang menenangkan jiwa.
Beruntung, saat kunjungan saya, Taman Alam Lumbini tidak ramai oleh wisatawan. Apakah karena belum memasuki puncak musim liburan Nataru atau memang jumlah pengunjungnya relatif tenang, yang pasti suasana sepi tersebut memungkinkan saya untuk mengamati dan menikmati setiap detail dengan lebih nyaman tanpa keramaian yang mengganggu.
Begitu melewati gerbang masuk, pandangan saya langsung terpukau oleh kemegahan pagoda berwarna keemasan yang mencolok, menyerupai pagoda-pagoda di Myanmar. Tak heran, pagoda ini sering dijuluki sebagai Pagoda Emas. Rangkaian bendera doa warna-warni yang berkibar anggun di sekelilingnya menambah kesan spiritual, mengingatkan saya pada kuil-kuil eksotis di Tibet. Sungguh tak terbayangkan ada keindahan arsitektur semacam ini tersembunyi di pelosok Berastagi.
Taman Alam Lumbini merupakan sebuah tempat wisata religi umat Buddha, dengan daya tarik utamanya adalah replika megah Pagoda Shwedagon Myanmar. Selesai dibangun pada tahun 2010, pagoda setinggi 46,8 meter dengan lebar dan panjang masing-masing 68 meter ini berhasil mencatatkan namanya di Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai pagoda tertinggi di Indonesia. Lebih dari itu, ia juga diakui sebagai salah satu replika Pagoda Shwedagon terbesar yang ada di luar Myanmar, sebuah prestasi arsitektur yang mengagumkan.
Struktur pagoda ini terdiri dari satu pagoda besar utama, dikelilingi oleh delapan pagoda kecil, serta sebuah pilar Asoka yang berdiri tegak di bagian depan. Di dalam pagoda utama, empat rupang Buddha dari batu giok utuh yang didatangkan langsung dari Myanmar menghadap ke empat penjuru ruangan, dihiasi dengan lampion-lampion kecil yang menawan. Tak hanya itu, di salah satu sudut, terdapat replika pohon harapan atau “wishing tree,” di mana dedaunannya terbuat dari kertas-kertas berisi aneka permohonan yang ditulis tangan oleh para peziarah.
Di sisi pagoda, para pengunjung dapat menikmati keindahan taman yang tertata apik, dihiasi ornamen dan patung-patung bernuansa religi, termasuk jembatan Titi Lumbini sepanjang 20 meter yang ikonik. Meskipun saya pribadi tidak menganut agama Buddha, saya merasakan betapa tempat ini sangat ideal bagi umat Buddha untuk beribadah atau bermeditasi dalam ketenangan. Suara yang mengisi udara hanyalah kicauan burung dan alunan musik religi yang lembut, menciptakan atmosfer damai yang membuat pengunjung lain pun secara alami menjaga ketenangan dan saling menghormati.
Dos and Don’ts
Mengingat Taman Alam Lumbini merupakan situs ibadah yang aktif, sangatlah penting bagi kita sebagai wisatawan untuk senantiasa menjaga sikap dan menunjukkan rasa hormat selama kunjungan. Berikut adalah beberapa panduan “boleh” dan “tidak boleh” yang patut Anda perhatikan.
1. Meskipun tidak ada biaya masuk yang dipungut, sangat dianjurkan untuk memberikan sumbangan sukarela. Kotak donasi tersedia di kantor keamanan dekat gerbang masuk saat Anda melapor. Sumbangan ini membantu pemeliharaan dan operasional tempat suci ini.
2. Kenakan pakaian yang sopan dan tertutup. Ini adalah bentuk penghormatan kita terhadap kesucian tempat ibadah, sama seperti ketika mengunjungi situs religi lainnya.
3. Lepaskan alas kaki Anda sebelum memasuki area dalam pagoda dan letakkan di tempat yang telah disediakan.
1. Jangan membuat keributan atau berbicara dengan suara keras. Ingatlah bahwa Taman Alam Lumbini adalah tempat ibadah aktif, dan ketenangan sangat dijunjung tinggi oleh para peziarah yang datang untuk beribadah atau bermeditasi.
2. Dilarang makan dan minum di dalam area pagoda untuk menjaga kebersihan dan kesakralan tempat.
3. Hindari memanjat tembok pagar atau patung-patung yang tersebar di sekitar kompleks pagoda.
Apabila ada kesempatan, pertimbangkan untuk membeli suvenir dari toko-toko lokal atau memanfaatkan jasa foto Polaroid yang tersedia. Ini adalah cara sederhana namun berarti untuk mendukung perekonomian masyarakat sekitar. Jadi, bagi Anda yang sedang merencanakan perjalanan ke Berastagi atau mencari destinasi wisata unik di Sumatera Utara, jangan lewatkan kesempatan untuk merasakan keindahan spiritual dan ketenangan yang ditawarkan oleh Taman Alam Lumbini, sembari menikmati kesejukan udara khas dataran tinggi Berastagi. Pengalaman ini pasti akan menjadi kenangan yang tak terlupakan.
Ringkasan
Taman Alam Lumbini di Berastagi, Sumatera Utara, merupakan sebuah destinasi wisata religi umat Buddha yang menonjol. Daya tarik utamanya adalah replika megah Pagoda Shwedagon Myanmar, sering dijuluki Pagoda Emas, yang selesai dibangun pada tahun 2010. Pagoda setinggi 46,8 meter ini memegang rekor MURI sebagai pagoda tertinggi di Indonesia, serta salah satu replika Pagoda Shwedagon terbesar di luar Myanmar.
Kompleks ini dilengkapi dengan delapan pagoda kecil, pilar Asoka, taman religius, dan jembatan Titi Lumbini. Di dalam pagoda utama, terdapat empat rupang Buddha dari giok yang didatangkan langsung dari Myanmar. Sebagai tempat ibadah aktif, pengunjung diharapkan menunjukkan rasa hormat dengan berpakaian sopan, melepas alas kaki di dalam pagoda, dan menjaga ketenangan suasana.