bali.jpnn.com, TABANAN – Daya Tarik Wisata (DTW) Jatiluwih kini semakin bersinar sebagai magnet baru bagi wisatawan mancanegara (wisman), khususnya dari Asia. Pergeseran tren kunjungan ini menjadi penopang vital bagi sektor pariwisata di kawasan tersebut, menjaga stabilitas jumlah kunjungan di tengah dinamika global.
Menurut Manajer DTW Jatiluwih, John Ketut Purna, lonjakan kedatangan turis dari benua Asia berhasil menopang angka kunjungan ke destinasi ikonis ini. Sebelumnya, kawasan yang terkenal dengan sawah berundak UNESCO ini didominasi oleh wisman Eropa, dengan rata-rata 800 hingga 1.200 kunjungan per hari. Sebanyak 85 persen di antaranya berasal dari negara-negara seperti Prancis, Jerman, Italia, dan Spanyol.
Namun, kondisi ini sempat mengalami perubahan signifikan pada Juni 2025, ketika kunjungan turis Eropa merosot hingga 13 persen. Penurunan ini diakibatkan oleh eskalasi konflik antara Iran dan Israel di Timur Tengah. “Kunjungan turis Eropa berkurang karena ada perang di Timur Tengah. Kami bersyukur ada pasar baru, seperti India yang datang, Vietnam, bahkan Thailand juga banyak sekali,” ungkap John Ketut Purna, seperti dilansir dari Antara.
Meskipun terjadi pergeseran demografi, John Ketut Purna mencermati bahwa preferensi wisman Eropa dan Asia tidak jauh berbeda. Mereka sama-sama tertarik pada kegiatan trekking atau menyusuri hamparan sawah berundak yang telah diakui sebagai situs warisan dunia UNESCO. Peningkatan kunjungan dari Asia ini tak lepas dari gencarnya promosi yang dilakukan. “Iya, mereka mirip dengan Eropa karena memang suka sekali dengan wisata alam,” tambahnya.
Perbedaan mencolok justru terlihat pada pola menginap. Jika wisman Eropa cenderung memilih akomodasi di sekitar area Subak Jatiluwih untuk menikmati suasana lebih lama, wisman Asia maupun wisatawan domestik umumnya hanya berkunjung singkat, sekitar 1-3 jam, sebelum melanjutkan perjalanan ke destinasi lain dengan pemandu. Kondisi ini secara langsung berimplikasi pada tingkat okupansi penginapan di Tabanan.
Oleh karena itu, para pengelola berharap besar pada perhelatan Jatiluwih Festival yang akan digelar pada 19-20 Juli 2025. Festival tahunan yang melibatkan berbagai elemen masyarakat ini diharapkan mampu kembali mendorong peningkatan kunjungan wisman, terutama karena diselenggarakan bertepatan dengan momentum musim liburan. Ini menjadi upaya strategis untuk menghidupkan kembali denyut pariwisata dan ekonomi lokal di Tabanan. (lia/JPNN)
Ringkasan
Daya Tarik Wisata (DTW) Jatiluwih kini mengalami pergeseran signifikan pada pola kunjungan wisatawan, dengan lonjakan turis Asia menjadi penopang utama. Sebelumnya didominasi oleh wisatawan Eropa, jumlah mereka menurun hingga 13 persen pada Juni 2025. Penurunan ini diakibatkan oleh konflik di Timur Tengah, namun pasar baru dari negara-negara Asia seperti India, Vietnam, dan Thailand kini mengisi kekosongan tersebut.
Meskipun terjadi pergeseran demografi, preferensi wisatawan Eropa dan Asia serupa dalam ketertarikan mereka pada kegiatan trekking di sawah berundak UNESCO. Perbedaan mencolok terlihat pada pola menginap, di mana turis Eropa cenderung tinggal lebih lama di sekitar Jatiluwih, sementara turis Asia umumnya berkunjung singkat. Untuk mendorong peningkatan kunjungan dan okupansi penginapan, pengelola berharap besar pada Jatiluwih Festival yang akan digelar pada 19-20 Juli 2025.