Pesonakota.com – Industri perhotelan di Bali tengah menghadapi era adaptasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Di tengah gelombang ketidakpastian global dan pergeseran pola kunjungan wisatawan, sebuah fenomena menarik kian nyata: periode pemesanan (booking period) hotel yang semakin memendek.
Jika sebelumnya wisatawan cenderung merencanakan perjalanan enam bulan di muka, kini durasi tersebut terpangkas drastis menjadi rata-rata hanya tiga bulan. Pergeseran ini merupakan cerminan jelas dari dinamika dan ketidakpastian global yang mendorong wisatawan untuk membuat keputusan perjalanan secara lebih spontan. Fenomena ini, ditambah dengan tantangan harga tiket domestik yang tinggi serta ancaman geopolitik, menuntut para hotelier di Bali untuk menjadi lebih gesit dan adaptif dalam strategi mereka.
Menurut Ferry Salanto, Head of Research Colliers Indonesia, perubahan ini bukan sekadar tren sesaat, melainkan indikasi kuat adanya dinamika baru yang secara fundamental memengaruhi pengambilan keputusan perjalanan wisatawan. Meskipun data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali menunjukkan angka kunjungan yang menggembirakan, terdapat ironi di balik statistik cerah ini.
Pada April 2025, kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) mencapai 591.221 orang, melonjak 25,56 persen dari bulan sebelumnya. Australia masih mendominasi pasar dengan kontribusi 23,59 persen, diikuti oleh India (8,9 persen), Tiongkok (8,3 persen), Korea Selatan (5 persen), dan Malaysia (3,8 persen). Namun, di sisi lain, Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang pada Mei 2025 hanya mencapai 58,10 persen. Angka ini memang sedikit meningkat dari April, tetapi turun signifikan 8 poin dibandingkan Mei 2024 yang mencapai 66,10 persen. Senada, TPK hotel non-bintang juga hanya naik tipis menjadi 42,97 persen.
Ferry Salanto menyoroti beberapa faktor penghambat utama yang menyebabkan TPK belum optimal, termasuk ketidakpastian ekonomi global, harga tiket pesawat domestik yang masih relatif tinggi, serta kebijakan efisiensi pemerintah yang membatasi perjalanan dinas. “Ketidakpastian ekonomi global dan periode pemesanan yang pendek membuat hotelier kesulitan menentukan harga yang kompetitif,” jelas Ferry.
Meski Juni Melejit, Ancaman Jangka Panjang Lebih Nyata
Ferry mengakui adanya secercah harapan; kinerja industri perhotelan diperkirakan akan meningkat tajam pada Juni 2025. Pemicu utama adalah periode libur sekolah di Indonesia dan libur musim panas di Australia, pasar utama yang menyumbang 1,54 juta kunjungan wisman sepanjang 2024. Selain itu, libur panjang Hari Lahir Pancasila dan Idul Adha juga turut mendongkrak kunjungan wisatawan domestik ke Pulau Dewata.
Data penerbangan domestik di Bandara I Gusti Ngurah Rai juga menunjukkan tren positif, dengan kenaikan 36,41 persen pada April 2025 dan jumlah penumpang domestik melonjak 54,66 persen. Sayangnya, harga tiket pesawat domestik yang seringkali lebih mahal dibandingkan tiket internasional masih menjadi ganjalan serius bagi wisatawan lokal, menghambat potensi pertumbuhan pariwisata domestik.
Namun, di balik optimisme jangka pendek ini, ancaman jangka panjang membayangi industri pariwisata Bali. Perang di Timur Tengah menjadi risiko serius bagi pasar Eropa, salah satu sumber wisman penting bagi Bali. Konflik ini menciptakan ketidakpastian global yang mendalam, secara langsung memengaruhi keputusan perjalanan wisatawan Eropa, dan berpotensi memangkas kunjungan dari kawasan tersebut. “Inilah yang menjadi salah satu pemicu utama mengapa wisatawan kini cenderung melakukan pemesanan di menit-menit terakhir,” pungkas Ferry.
Ringkasan
Industri perhotelan di Bali kini menghadapi fenomena periode pemesanan (booking period) yang semakin memendek, rata-rata dari enam menjadi tiga bulan. Pergeseran ini disebabkan oleh ketidakpastian global dan keputusan perjalanan wisatawan yang lebih spontan. Meskipun jumlah kunjungan wisatawan mancanegara tinggi, Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang pada Mei 2025 hanya mencapai 58,10%, turun signifikan dari tahun sebelumnya, dipicu ketidakpastian ekonomi dan harga tiket domestik yang tinggi.
Kinerja industri perhotelan diperkirakan akan meningkat tajam pada Juni 2025, didorong oleh libur sekolah, musim panas di Australia, serta libur nasional. Namun, harga tiket pesawat domestik yang mahal masih menjadi kendala serius bagi wisatawan lokal. Selain itu, ancaman jangka panjang seperti konflik di Timur Tengah berpotensi memangkas kunjungan dari pasar Eropa, yang mendorong tren pemesanan di menit-menit terakhir.