Bencana Udara 1982: Pesawat British Airways Terjebak Abu Galunggung

Bencana Udara 1982: Pesawat British Airways Terjebak Abu Galunggung 1

Tepat 43 tahun silam, langit Indonesia menjadi saksi bisu sebuah insiden penerbangan paling menegangkan dalam sejarah: British Airways dengan nomor penerbangan BA009 menghadapi cobaan yang tak terduga.

Pesawat Boeing 747 yang dioperasikan British Airways itu sedang melaju di ketinggian jelajah 37.000 kaki ketika seluruh mesinnya tiba-tiba berhenti beroperasi. Insiden langka ini terjadi tanpa sepengetahuan awak pesawat bahwa Gunung Galunggung di Jawa Barat baru saja meletus hebat, hanya dua jam sebelum mereka melintas di atasnya.

Minimnya informasi dan ketiadaan peringatan dini dari otoritas navigasi udara mengenai keberadaan awan abu vulkanik tersebut menjadi faktor kunci dalam insiden ini. Pertanyaan pun muncul: bagaimana pesawat British Airways bisa terjebak dalam awan berbahaya itu, dan apa yang terjadi selanjutnya di tengah keputusasaan?

Terperangkap dalam Awan Abu Vulkanik Gunung Galunggung

Menurut laporan dari Skybrary, penerbangan British Airways BA009 yang berangkat dari Kuala Lumpur, Malaysia menuju Perth, Australia pada malam 24 Juni 1982, mulanya berjalan normal.

Boeing 747-200 tersebut melaju dalam kondisi cuaca visual yang tenang, tanpa tanda-tanda gangguan. Namun, ketika melintasi wilayah selatan Jakarta, secara tak terduga pesawat itu masuk ke dalam awan pekat abu vulkanik yang berasal dari Gunung Galunggung. Ironisnya, seluruh kru penerbangan sama sekali tidak mendapatkan informasi atau peringatan mengenai aktivitas vulkanik yang sedang terjadi saat itu.

Detik-detik Menegangkan Tanpa Peringatan Erupsi

Kapten Eric Moody, pilot yang mengemudikan pesawat nahas itu, bersaksi bahwa tidak ada tanda-tanda awal yang mengindikasikan mereka telah memasuki awan abu vulkanik. Letusan Gunung Galunggung sendiri telah terjadi sekitar dua jam sebelum pesawat tersebut melintasi area bahaya.

Saat itu, Kapten Moody kembali ke kokpit setelah menyadari adanya asap di kabin dan bau menyengat yang menusuk hidung dari ventilasi. Tak lama berselang, malapetaka pun terjadi: seluruh mesin Rolls Royce RB211 pada pesawat secara bertahap mati. “Kegagalan mesin nomor empat… kegagalan mesin nomor dua… Tiga sudah hilang… Semuanya sudah hilang,” kenang Kapten Moody dalam wawancara dengan BBC pada 15 April 2010, menggambarkan kepanikan yang terjadi.

Tanpa daya dorong sama sekali, Boeing 747 raksasa itu mulai meluncur turun drastis, kehilangan ketinggian dari 37.000 kaki hingga mencapai 12.000 kaki dalam waktu singkat.

Dalam situasi yang sangat kritis itu, para kru dengan sigap mengaktifkan autopilot dan mengirimkan panggilan darurat MAYDAY ke Jakarta ACC. Sayangnya, transmisi awal mereka disalahartikan sebagai kegagalan satu mesin saja, bukan seluruhnya. Ketiadaan peringatan resmi dari otoritas navigasi udara terkait letusan Gunung Galunggung menjadi isu krusial yang disoroti pascainsiden ini.

Laporan internal kemudian mengungkap bahwa tidak ada koordinasi informasi yang memadai mengenai letusan aktif tersebut. Meskipun Gunung Galunggung telah menunjukkan aktivitas vulkanik selama tiga bulan sebelumnya, letusan terbaru yang menyebabkan insiden ini belum terpantau satelit pada saat kejadian.

Kerusakan Parah Pasca-Pendaratan Darurat

Ajaibnya, setelah perjuangan keras, tiga mesin pesawat berhasil dihidupkan kembali, memungkinkan pesawat untuk mengalihkan pendaratan darurat ke Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta.

Pendaratan harus dilakukan sepenuhnya secara visual, sebab kaca depan kokpit telah tergores parah oleh partikel abu vulkanik hingga hampir tidak tembus pandang. Lampu pendaratan (landing light) pun tak berfungsi, lensa mereka terkikis habis oleh dampak abu yang destruktif.

Setelah pesawat berhasil mendarat dengan selamat, inspeksi menyeluruh mengungkapkan kerusakan yang sangat parah. Baling-baling turbin mesin hancur, dan bagian hidung pesawat mengalami deformasi signifikan. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa abu vulkanik telah meleleh di dalam mesin akibat panas ekstrem, kemudian mengeras saat mendingin. Kondisi ini menyumbat aliran udara dan secara fatal merusak efisiensi mesin. Kerusakan ini menjadi bukti tak terbantahkan mengenai daya rusak abu vulkanik terhadap struktur dan komponen vital pesawat.

Insiden BA009 Memicu Pembentukan VAAC

Insiden British Airways BA009 yang mendebarkan ini sontak memicu diskusi serius di tingkat internasional mengenai perlunya sistem peringatan abu vulkanik yang terkoordinasi.

Sebagai respons, Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) membentuk jaringan Pusat Peringatan Abu Vulkanik (Volcanic Ash Advisory Centres/VAAC) global. Jaringan ini bertugas memantau sebaran abu vulkanik pasca-erupsi gunung berapi di seluruh dunia. Langkah monumental ini diambil dengan satu tujuan utama: mencegah terulangnya insiden kritis seperti kegagalan mesin pesawat yang dialami BA009 akibat abu vulkanik Gunung Galunggung.

Meskipun tidak menelan korban jiwa, insiden BA009 tetap dicatat sebagai salah satu peristiwa paling serius dan mendebarkan dalam sejarah penerbangan internasional. “Ini adalah pengalaman paling menegangkan dalam hidup saya,” tutur Kapten Moody, mengingat kembali momen-momen mencekam di atas langit Indonesia yang nyaris merenggut nyawa ratusan penumpangnya.

Ringkasan

Pada Juni 1982, pesawat British Airways BA009, sebuah Boeing 747, mengalami kegagalan mesin total setelah memasuki awan abu vulkanik dari Gunung Galunggung yang baru saja meletus. Kejadian ini terjadi tanpa peringatan dini dari otoritas navigasi udara, menyebabkan pesawat kehilangan daya dorong di ketinggian 37.000 kaki dan harus melakukan pendaratan darurat di Jakarta. Kerusakan parah terjadi pada mesin dan pesawat akibat abu vulkanik.

Setelah insiden ini, Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) membentuk Volcanic Ash Advisory Centres (VAAC) global untuk memantau dan memperingatkan tentang sebaran abu vulkanik, mencegah kejadian serupa di masa depan. Meskipun berhasil mendarat dengan selamat tanpa korban jiwa, peristiwa ini menjadi pelajaran penting tentang bahaya abu vulkanik bagi penerbangan dan perlunya sistem peringatan yang efektif.