Pada tahun 2014, sebuah perjalanan mendalam membawa kami menjejakkan kaki di tanah Vietnam. Kunjungan berkesan ini dimulai dari Ho Chi Minh, yang juga akrab dikenal sebagai Saigon, dan oleh penulis disebutkan sebagai ibu kota Vietnam.
Sebagai kota terbesar di Vietnam, Ho Chi Minh memang menjadi magnet bagi para wisatawan mancanegara berkat beragam destinasi menariknya. Banyak tempat ikonik yang siap dijelajahi, mulai dari Pasar Ben Thanh yang legendaris, Reunification Palace yang bersejarah, War Remnants Museum yang menggugah, hingga keindahan arsitektur Notre Dame Cathedral dan Central Post Office.
Pasar tradisional Ben Thanh menawarkan pengalaman berbelanja yang unik, mengingatkan pada suasana Pasar Tanah Abang di Indonesia. Di sini, pengunjung dapat menikmati seni tawar-menawar untuk mendapatkan harga terbaik. Namun, perlu diingat, kewaspadaan adalah kunci saat berada di keramaian Pasar Ben Thanh; disarankan untuk tidak mengenakan perhiasan atau barang-barang mencolok demi menghindari risiko copet.
Pengalaman kuliner di Ho Chi Minh juga tak kalah menarik. Bagi penggemar “nasi kucing” ala Yogyakarta, Vietnam menawarkan sensasi serupa dengan hidangan kaki lima yang disajikan di bangku-bangku kecil setinggi sekitar 20 cm. Satu porsi nasi lengkap dengan ikan goreng dan sayuran dihargai sekitar 15.000 Dong Vietnam, yang setara dengan kurang lebih Rp 7.500, mengingat kurs Rp 1.000,- sama dengan 2.000 Dong Vietnam.
Selain Pasar Ben Thanh, kami juga sempat menjelajahi keagungan Reunification Palace, pesona Notre Dame Cathedral, dan kemegahan Central Post Office. Namun, dari semua kunjungan tersebut, War Remnants Museum meninggalkan kesan yang paling mendalam dan tak terlupakan.
Begitu kami turun dari bus wisata dan melangkahkan kaki di pekarangan museum, mata langsung disuguhi pemandangan deretan tank dan kendaraan amfibi yang dipajang. Saat memasuki gerbang museum, sebuah brosur bertuliskan “No War” menyambut, seolah menjadi pengantar kekejaman perang yang pernah melanda Vietnam. Di dalam, koleksi foto dan artefak memvisualisasikan kengerian perang, termasuk kisah pilu seorang pria Jepang yang melakukan harakiri setelah berpesan kepada dunia untuk mengakhiri perang, lalu membakar dirinya.
Kunjungan ke museum perang di Vietnam ini terasa sangat berbeda dibandingkan pengalaman wisata lainnya. Ada pesan kuat yang ingin disampaikan kepada setiap pengunjung: agar perang tak lagi terjadi, dengan alasan apa pun. Kekejaman dan penderitaan yang ditimbulkan perang terekam jelas dalam setiap pajangan, bahkan dalam bentuk foto sekalipun. Harapannya, dengan belajar dari pengalaman pahit masa lalu, kedamaian dapat terwujud di masa mendatang.
Berpetualang ke War Remnants Museum bukanlah sekadar menikmati perjalanan, melainkan juga menerima masukan berharga. Museum ini mengingatkan kita betapa perang bukan hanya merenggut ribuan nyawa, tetapi juga menghancurkan masa depan generasi muda. Semoga, tidak ada lagi perang yang terjadi di dunia ini.
Terima kasih kepada semua sahabat di Kompasiana yang telah meluangkan waktu untuk membaca tulisan ini.
24 Juli 2025.
Salam saya,
Roselina.
Ringkasan
Artikel ini merangkum pengalaman perjalanan penulis pada tahun 2014 di Ho Chi Minh, atau Saigon, yang disebut sebagai ibu kota Vietnam dan kota terbesar. Ho Chi Minh menawarkan beragam destinasi wisata menarik seperti Pasar Ben Thanh, Reunification Palace, Notre Dame Cathedral, dan Central Post Office, serta pengalaman kuliner kaki lima yang terjangkau. Pasar Ben Thanh menyediakan pengalaman berbelanja unik dengan seni tawar-menawar, namun pengunjung disarankan untuk selalu waspada terhadap copet.
Dari semua kunjungan, War Remnants Museum meninggalkan kesan paling mendalam, menampilkan deretan kendaraan perang serta koleksi foto dan artefak yang memvisualisasikan kengerian konflik. Museum ini menyampaikan pesan kuat “No War”, mengingatkan akan kekejaman dan penderitaan akibat perang. Tujuannya adalah agar pengunjung belajar dari masa lalu demi terwujudnya kedamaian, serta memahami dampak buruk perang terhadap kehidupan dan masa depan generasi muda.