Kaldera Toba: 4 Langkah UNESCO Agar Jadi Geopark Hijau Lagi!

Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana telah memaparkan secara rinci empat rekomendasi penting yang diberikan UNESCO kepada pengelola Geopark Kaldera Toba. Rekomendasi ini krusial agar Geopark Kaldera Toba dapat kembali meraih “kartu hijau” statusnya. Pernyataan tersebut disampaikan Widiyanti dalam rapat bersama Komisi VII DPR RI yang berlangsung pada Rabu (9/7), mencakup aspek mulai dari warisan geologi dan interpretasinya, hingga peningkatan visibilitas Geopark Kaldera Toba secara menyeluruh.

Menurut Widiyanti, rekomendasi pertama berkaitan erat dengan warisan geologi dan interpretasinya. Geopark Kaldera Toba diminta untuk melakukan diversifikasi narasi geologi dan memperluas survei guna mencakup lebih banyak situs geologi yang potensial. Pengelola perlu memilih singkapan batuan yang representatif dan mudah diakses, yang menunjukkan batuan dasar dari masing-masing empat letusan besar serta fitur struktural khas destinasi tersebut. Selain itu, Kaldera Toba juga harus lebih gencar dipromosikan sebagai situs geologi baru yang menawan. Setiap situs wajib dilengkapi dengan panel penjelasan yang informatif secara ilmiah dan mudah dipahami masyarakat umum, termasuk siswa sekolah. Informasi ini juga harus termuat dalam peta komprehensif, baik di lokasi maupun melalui media lainnya.

Rekomendasi kedua berfokus pada identifikasi dan inventarisasi warisan alam, warisan budaya, serta warisan takbenda yang belum ditetapkan dalam lingkup geopark. Pengelola diimbau untuk menciptakan hubungan yang koheren antara semua situs ini, merangkainya dalam sebuah cerita geopark yang komprehensif dan menarik.

Visibilitas Geopark Kaldera Toba

UNESCO juga merekomendasikan peningkatan visibilitas Geopark Kaldera Toba secara umum. Hal ini dapat dicapai dengan menambah dan memperbaiki sejumlah panel penjelasan atau interpretasi di seluruh wilayah. Perhatian khusus perlu diberikan pada peningkatan visibilitas dan informasi yang disediakan di lokasi-lokasi mitra penting, seperti kawasan pelestarian monyet dan gajah, resor Kaldera Toba, serta tempat-tempat signifikan lainnya yang dapat mendukung komunikasi dan daya tarik geopark, terutama yang saat ini masih memiliki tingkat visibilitas rendah.

Pembaruan konten pada akun media sosial juga harus digencarkan, diiringi dengan pengayaan konten situs web Geopark. Penting pula untuk melengkapi situs web dengan versi bahasa Inggris atau bahkan bahasa ketiga, dengan catatan tidak bergantung pada terjemahan otomatis. Selain logo UGGp dan logo Geopark, pengelola dan pemerintah juga harus menjelaskan jaringan geopark regional dan global (jika relevan) pada panel interpretasi, brosur promosi geopark, selebaran, buku, peta, dan materi lainnya. Materi promosi ini harus dipastikan akurat dari sudut pandang ilmiah dan tata bahasa. Kebijakan promosi juga perlu dikembangkan dengan kriteria yang terperinci dan konkret bagi Geopark dan mitranya. Widiyanti menambahkan bahwa kriteria kemitraan harus diuraikan dengan jelas, mendefinisikan tugas, tanggung jawab, konsekuensi, dan lainnya, serta menyediakan pelatihan mitra dan pertukaran ide secara teratur.

Terakhir, terkait dengan jejaring dan pelatihan, Geopark Kaldera Toba didorong untuk bekerja sama dengan geopark lain yang ada di Indonesia. Penting pula untuk meningkatkan jaringan geopark regional (APGN) dan global (GGN), serta mempertimbangkan untuk menjalin kemitraan dengan UGGp lainnya. Anggota badan pengelola dan pengelola geosite juga perlu dipastikan berpartisipasi dalam kursus pelatihan nasional dan regional, serta acara peningkatan kapasitas. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang berbagai aspek pengelolaan geopark. Widiyanti menutup dengan menyarankan agar pengelola menghubungi APGN atau GGN dan sekretariat UNESCO, termasuk Kantor UNESCO Jakarta, untuk mendapatkan panduan lebih lanjut dan tetap memperoleh informasi terkini.

Ringkasan

Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana memaparkan empat rekomendasi penting UNESCO agar Geopark Kaldera Toba kembali berstatus “kartu hijau”. Rekomendasi pertama adalah diversifikasi narasi geologi, memperluas survei situs, serta melengkapi setiap lokasi dengan panel informatif dan peta komprehensif. Rekomendasi kedua fokus pada identifikasi dan inventarisasi warisan alam, budaya, serta takbenda, merangkainya dalam cerita geopark yang koheren.

Selanjutnya, UNESCO merekomendasikan peningkatan visibilitas Geopark Kaldera Toba melalui penambahan panel interpretasi, perbaikan informasi di lokasi mitra, dan pengayaan situs web dengan versi bahasa asing. Terakhir, Geopark didorong untuk memperkuat jejaring dengan geopark lain di Indonesia, regional, dan global, sambil memastikan anggota pengelola berpartisipasi dalam pelatihan berkelanjutan.