Gunung Lawu, sebuah gunung api aktif yang kini berstatus “Istirahat,” tetap memancarkan pesona dengan aktivitas vulkaniknya yang masih terasa. Megah berdiri di perbatasan tiga kabupaten, yaitu Karanganyar di Jawa Tengah serta Magetan dan Ngawi di Jawa Timur, gunung setinggi 3.265 meter di atas permukaan laut (MDPL) ini telah lama menjadi tujuan favorit para pendaki, khususnya dari Jawa Tengah. Kali ini, saya akan berbagi kisah lengkap mengenai pengalaman tak terlupakan saat menaklukkan puncak Gunung Lawu pada tanggal 20 Juni 2025.
Perjalanan ini saya lalui bersama empat sahabat, yang mana bagi kami semua, ini adalah pengalaman pertama mendaki Gunung Lawu. Pendakian kami mulai tepat pukul 08.00 pagi dari Basecamp Cemoro Sewu. Jalur awal menuju Pos 1 cukup panjang, memakan waktu sekitar satu jam dengan dominasi trek bebatuan yang masih landai. Sepanjang perjalanan, kami menjumpai sebuah warung di bawah Pos 1 dan sumber mata air jernih di Sendang Penguripan. Berjalan santai sambil menikmati kesegaran udara dan keasrian hutan, kami berulang kali berpapasan dengan satwa liar seperti monyet dan beragam jenis burung yang melengkapi keindahan alam.
Setibanya di Pos 1 Gunung Lawu sekitar pukul 09.00 pagi, kami memutuskan untuk sejenak melepas lelah. Karena pendakian ini dilakukan di akhir pekan, kami menjumpai banyak pendaki lain yang juga antusias menikmati keindahan Gunung Lawu. Setelah beristirahat sekitar 10 menit, kami melanjutkan perjalanan. Dengan ritme santai, jalur pendakian yang masih didominasi bebatuan ini membawa kami menuju Pos 2. Jarak dari Pos 1 ke Pos 2 ini dikenal sebagai segmen terjauh dalam pendakian Gunung Lawu via Cemoro Sewu, dengan estimasi waktu 2 hingga 3 jam dan elevasi yang cukup menguras tenaga.
Perjalanan dari Pos 1 menuju Pos 2 memang terasa sangat jauh dan melelahkan, namun suasana kebersamaan di sepanjang jalur membuat segalanya menjadi menyenangkan. Kami bertemu dengan banyak pendaki dari berbagai daerah, bertukar sapa dan semangat. Tak terasa, pukul 11.00 siang kami akhirnya tiba di Pos 2. Tanpa menunda, kami segera beristirahat di area shelter yang tersedia. Di Pos 2 Gunung Lawu juga terdapat warung yang menawarkan beragam makanan dan minuman. Sambil mengistirahatkan tubuh dan melemaskan otot, kami memutuskan untuk menikmati seporsi pecel hangat seharga Rp15.000. Saking nyamannya beristirahat di Pos 2, kami bahkan sempat terlelap hingga pukul 14.00 siang sebelum akhirnya terbangun dan melanjutkan pendakian menuju Pos 3, yang diperkirakan memakan waktu 1 hingga 1,5 jam dengan langkah santai.
Trek dari Pos 2 menuju Pos 3 masih serupa dengan jalur sebelumnya, didominasi bebatuan dengan kemiringan elevasi yang cukup menguras energi. Kami beberapa kali harus berhenti untuk mengatur napas. Tanpa terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 15.00 sore, namun tanda-tanda Pos 3 belum juga terlihat. Barulah pada pukul 15.30 WIB, kami tiba di Pos 3 dan langsung beristirahat di shelter. Di sana, kami sempat berdiskusi untuk mendirikan tenda, namun mengingat jarak menuju puncak masih cukup jauh, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan setelah beristirahat dan berdiskusi selama kurang lebih 15 menit di Pos 3 ini.
Kami kembali melangkah santai dari Pos 3. Jalur menuju Pos 4 masih berupa bebatuan, namun di segmen ini, bebatuan yang berukuran lebih besar dan kemiringan yang curam mulai memicu rasa frustrasi. Ditambah lagi dengan beban tas keril yang terasa semakin berat, energi kami benar-benar terkuras habis. Setelah sekitar satu jam menempuh perjalanan yang menantang, pada pukul 17.13 WIB kami tiba di Pos 4. Dengan kondisi yang sudah sangat lelah dan langit yang mulai gelap, kami tidak berlama-lama beristirahat di sini. Pos 4 merupakan area terbuka yang hembusan angin dinginnya membuat kami ingin segera melanjutkan perjalanan menuju Pos 5.
Meski lelah, panorama matahari terbenam di Pos 4 sungguh memukau, dengan latar belakang pemandangan Bukit Mongkrang yang indah. Keindahan ini membuat langkah kami melambat, karena setiap beberapa meter kami selalu menoleh ke belakang untuk mengagumi pemandangan. Tak terasa, jam menunjukkan pukul 17.45 WIB, namun kami masih belum jauh bergerak dari Pos 4. Setelah sekitar 10 menit berjalan, trek kembali mulai rapat, namun syukurnya jalur sudah mulai landai dan banyak “bonus” atau turunan. Meskipun hari sudah gelap, kami tetap menikmati perjalanan santai hingga pada pukul 18.19 WIB kami tiba di Sumur Jalatundo, yang menjadi penanda bahwa Pos 5 sudah di depan mata. Hanya sekitar 7 menit berjalan dari Sumur Jalatundo, kami akhirnya sampai di Pos 5 Gunung Lawu via Cemoro Sewu.
Dalam kegelapan malam, kami awalnya berencana mendirikan tenda di Pos 5. Namun, karena rencana awal kami adalah berkemah di Sendang Drajat dan persediaan air kami sudah menipis, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Langit semakin gelap dan gerimis mulai membasahi jalur pendakian. Benar saja, baru beberapa menit berjalan dari Pos 5, hujan lebat mengguyur kami. Kami segera berhenti sejenak untuk mengenakan jas hujan. Sekitar 30 menit kemudian, kami akhirnya tiba di Sendang Drajat. Setelah beristirahat sebentar dan menunggu hujan reda, kami mendirikan tenda pada pukul 20.04 WIB. Begitu tenda berdiri kokoh, kami mulai memasak sambil menikmati kopi hangat di dalam tenda. Dalam suasana dingin yang menyelimuti, secangkir kopi sachet yang biasa dijual di angkringan terasa begitu nikmat dan menghangatkan suasana.
Pada pukul 22.00 malam, kami kembali masuk tenda dan beristirahat untuk persiapan summit attack esok pagi. Keesokan harinya, tepat pukul 08.00 pagi, kami memulai pendakian menuju puncak. Perjalanan dari Sendang Drajat menuju puncak memakan waktu sekitar satu jam. Setelah tiba di puncak, kami mengabadikan momen dengan mengambil beberapa foto dan video sebagai dokumentasi. Berbagai momen indah telah kami dokumentasikan, dan akhirnya kami memutuskan untuk turun menuju Hargo Dalem. Tentu saja, tujuan utama kami adalah mencicipi hidangan di salah satu warung paling ikonik di Gunung Lawu, yaitu Warung Mbok Yem, yang dikenal sebagai warung tertinggi di Indonesia dengan ketinggian sekitar 3.150 MDPL.
Meskipun saat ini bukan lagi Mbok Yem yang menjaga warung tersebut, tetap saja menjadi kepuasan tersendiri bagi kami bisa mencapai dan menyantap sepiring pecel di sana. Dengan harga Rp25.000 per porsi, ini tergolong sangat terjangkau mengingat pengalaman dan lokasi istimewa yang didapatkan. Setelah puas menikmati pecel dan beristirahat, kami kembali ke tenda di Sendang Drajat. Sekitar pukul 12.00 siang, kami tiba kembali di tenda, beristirahat sebentar, lalu memutuskan untuk membereskan barang dan bersiap untuk turun. Akhirnya, kami memulai perjalanan turun dari Sendang Drajat pada pukul 13.00 siang.
Setiap batu yang kami pijak dalam perjalanan turun menjadi sebuah kenangan yang sarat akan pengalaman. Kisah pendakian yang melelahkan ini terbayar lunas oleh keindahan alam yang disuguhkan. Perjalanan dari pagi hari hingga matahari terbenam, melewati hujan, dan merasakan dinginnya malam, semuanya tergantikan oleh hangatnya secangkir teh di Warung Mbok Yem. Ini menjadi kenangan tak terlupakan bersama tim yang hebat, menjadikan setiap langkah terasa menyenangkan. Sebuah mimpi yang menjadi kenyataan, bisa berdiri tegak di atas puncak Gunung Lawu. Bahu yang pegal dan kaki yang lelah menopang setiap langkah, semua demi sebuah kenangan indah yang terukir di puncak Lawu 3265 MDPL. Terima kasih, Gunung Lawu.
Ringkasan
Gunung Lawu, gunung api aktif setinggi 3.265 MDPL yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, menjadi tujuan pendakian. Penulis bersama empat sahabat memulai pendakian perdana mereka dari Basecamp Cemoro Sewu pada pukul 08.00 pagi. Perjalanan hari pertama melalui Pos 1, Pos 2 (jalur terpanjang), Pos 3, Pos 4, hingga tiba di Pos 5. Setelah menghadapi hujan, mereka akhirnya mendirikan tenda di Sendang Drajat pada malam hari.
Keesokan harinya, tim memulai summit attack dari Sendang Drajat pada pukul 08.00 pagi dan berhasil mencapai puncak dalam waktu sekitar satu jam. Setelah mendokumentasikan momen di puncak, mereka turun menuju Hargo Dalem untuk menikmati pecel di Warung Mbok Yem, warung tertinggi di Indonesia. Sekitar pukul 12.00 siang, mereka kembali ke tenda di Sendang Drajat dan memulai perjalanan turun pada pukul 13.00 siang, mengakhiri pendakian yang berkesan.