Jakarta – Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana kembali menegaskan betapa krusialnya penerapan standar operasional prosedur (SOP) di setiap destinasi wisata ekstrem. Peringatan ini disampaikan menyusul insiden tragis yang menimpa pendaki asal Brasil, Juliana Marins, yang tewas saat mendaki Gunung Rinjani di Lombok, Nusa Tenggara Barat, pada 21 Juni 2025. “Insiden ini mengingatkan kita bahwa setiap wisata ekstrem mengandung risiko serius yang harus diantisipasi dengan cermat,” ujar Widiyanti, dikutip dari Antara, Ahad, 29 Juni 2025.
Sebagai respons terhadap kejadian tersebut dan untuk memastikan keselamatan pendakian, SOP pendakian Gunung Rinjani sebenarnya telah diatur secara rinci dalam Surat Keputusan Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Nomor 19 Tahun 2022. Kementerian Pariwisata juga telah menginstruksikan pengawasan yang lebih ketat terhadap operator wisata ekstrem. Hal ini mencakup pelatihan ulang bagi pemandu dan porter, berfokus pada protokol keselamatan, prosedur evakuasi darurat, dan komunikasi krisis yang efektif di lapangan.
Daftar Isi
Apa Itu Wisata Ekstrem?
Dikutip dari Wise Tour, wisata ekstrem didefinisikan sebagai aktivitas perjalanan yang melibatkan tantangan fisik tinggi atau potensi bahaya signifikan, baik dari lokasi tujuan maupun jenis aktivitasnya. Contohnya sangat bervariasi, mulai dari perjalanan menantang ke wilayah yang pernah terdampak bencana nuklir seperti Chernobyl di Ukraina, pengalaman mendebarkan menyelam dalam sangkar bersama hiu putih besar, hingga trekking dan aktivitas lain yang membawa potensi risiko tinggi.
Tren Wisata Ekstrem
Menurut Axios, pakar pariwisata dari Texas A&M University, James Petrick, mengidentifikasi kemajuan teknologi dan peningkatan minat perjalanan pascapandemi Covid-19 sebagai pendorong utama melonjaknya tren wisata ekstrem. “Sangat sedikit tempat di planet ini yang belum pernah dikunjungi orang. Permintaan akan perjalanan unik kini meningkatkan harga dan nilainya secara signifikan,” jelas Petrick. Secara global, fenomena wisata ekstrem tidak hanya terbatas pada aktivitas alam, namun juga merambah perjalanan mahal dan berisiko tinggi, seperti ekspedisi ke reruntuhan Titanic, penjelajahan Kutub Selatan, bahkan hingga wisata luar angkasa.
Insiden Pendaki Brasil
Pendaki asal Brasil, Juliana Marins, mengalami nasib nahas saat mendaki Gunung Rinjani pada Sabtu, 21 Juni 2025. Setelah serangkaian pencarian intensif, Marins ditemukan meninggal dunia di kedalaman sekitar 600 meter pada Selasa, 24 Juni 2025. Proses evakuasi jenazah baru dapat dilakukan keesokan harinya, Rabu, 25 Juni 2025, akibat medan yang sangat ekstrem dan cuaca buruk yang menghambat operasi. Rumah Sakit Bali Mandara (RSBM) telah merampungkan autopsi jenazah Marins, dengan kesimpulan bahwa Juliana Marins meninggal dunia akibat jatuh, yang menyebabkan luka sekujur tubuh, patah tulang, kerusakan organ dalam, dan pendarahan hebat.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Bali, Komisaris Besar Aryasandi, mengonfirmasi bahwa jenazah Juliana Marins akan dipulangkan dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali. Penerbangan akan dilakukan melalui Dubai sebelum melanjutkan perjalanan menuju Rio de Janeiro, Brasil. “Pemulangan peti jenazah Juliana Marins telah disetujui seluruh rutenya oleh Emirates,” kata Aryasandi, dikutip dari Antara, Senin, 30 Juni 2025. Jenazah Marins diberangkatkan pada pukul 00.35 WITA, Selasa, 1 Juli, dan diperkirakan akan tiba di Rio de Janeiro pada 2 Juli pukul 15.50 waktu setempat.
Pilihan Editor: Gunung Rinjani Tujuan Wisata Pendakian: Simak Asal-usulnya
Ringkasan
Kementerian Pariwisata menekankan pentingnya penerapan standar operasional prosedur (SOP) untuk destinasi wisata ekstrem setelah insiden meninggalnya pendaki Brasil, Juliana Marins, di Gunung Rinjani pada 21 Juni 2025. Insiden ini menjadi pengingat serius akan risiko tinggi yang melekat pada wisata ekstrem.
Wisata ekstrem didefinisikan sebagai aktivitas perjalanan dengan tantangan fisik tinggi atau potensi bahaya signifikan. Sebagai respons, SOP pendakian Rinjani telah diatur, dan Kementerian Pariwisata telah menginstruksikan pengawasan ketat serta pelatihan ulang bagi operator wisata ekstrem. Tren wisata ekstrem ini juga didorong oleh kemajuan teknologi dan keinginan mencari pengalaman unik pasca-pandemi.