YOGYAKARTA, KOMPAS.com – Sebuah rekaman video yang menunjukkan seorang pendaki nekat mencapai puncak Gunung Merapi baru-baru ini menjadi viral di media sosial, memicu kekhawatiran publik. Insiden ini terjadi di tengah status Gunung Merapi yang masih berada di Level III atau Siaga, kondisi yang membuat aktivitas pendakian hingga ke puncak sangat tidak direkomendasikan dan berisiko tinggi.
Menanggapi kejadian tersebut, Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Agus Budi Santoso, kembali mengingatkan masyarakat akan potensi bahaya tinggi yang mengintai di kawah dan area sekitar puncak. Menurut Agus, status siaga Gunung Merapi telah berlangsung selama hampir lima tahun. Ini menekankan konsistensi peringatan bagi para pendaki untuk tidak mendekati area terlarang tersebut, khususnya dalam radius 3 kilometer dari puncak.
Agus Budi Santoso menjelaskan bahwa Gunung Merapi memiliki rekam jejak panjang erupsi eksplosif. Data sejarah sejak abad ke-18 mencatat lebih dari 80 kali letusan dahsyat, mengindikasikan bahwa probabilitas terjadinya erupsi serupa di masa depan masih sangat tinggi. Inilah yang menjadi dasar utama mengapa area puncak ditetapkan sebagai zona berbahaya dan dilarang untuk aktivitas pendakian.
Lebih dari sekadar ancaman lontaran material vulkanik, area puncak Merapi juga menyimpan risiko lain yang tak kalah mematikan. Struktur batuan yang tidak stabil sangat rentan terhadap longsor, sebuah bahaya serius bagi siapa pun yang mencoba naik ke titik tertinggi. Selain itu, kondisi permukaan yang licin turut menambah tingkat bahaya, sebagaimana pernah terbukti dalam kasus tragis almarhum Eri, yang menunjukkan betapa tingginya risiko saat beraktivitas di area tersebut.
Mengingat risiko yang melekat, BPPTKG secara tegas menyarankan agar masyarakat dan pendaki menikmati pesona Gunung Merapi dari zona aman, yaitu di luar radius 3 kilometer dari puncak. Banyak titik strategis di sekitar Merapi yang menawarkan pemandangan megah dan aman, tanpa harus membahayakan diri di area larangan.
Agus Budi Santoso menegaskan, “Aktivitas pendakian memang sangat terbatas, namun masih bisa dilakukan selama berada di luar radius bahaya 3 kilometer.” Hal ini penting untuk dipahami agar pengalaman menikmati keindahan alam tidak berubah menjadi tragedi. Oleh karena itu, BPPTKG dan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) terus mengawasi ketat. Aktivitas ilegal, termasuk pendakian ke puncak, di area berpotensi bahaya dapat dikenakan sanksi tegas jika terdeteksi.
Sebagai penutup, Agus kembali mengimbau para pendaki dan wisatawan untuk selalu memprioritaskan keselamatan. “Nikmati keindahan Merapi dari lokasi yang aman. Ada banyak sekali lokasi yang memukau di luar radius 3 kilometer dari puncak,” pungkasnya, menekankan pentingnya ketaatan terhadap peringatan demi keamanan bersama.
Ringkasan
Sebuah video viral yang menampilkan pendaki di puncak Gunung Merapi memicu kekhawatiran publik, mengingat status gunung yang masih Siaga (Level III). Kepala BPPTKG, Agus Budi Santoso, menegaskan bahaya tinggi di radius 3 kilometer dari puncak, yang dilarang bagi pendaki. Area ini sangat berisiko karena sejarah letusan eksplosif Merapi, struktur batuan tidak stabil, dan permukaan yang licin.
Mengingat potensi bahaya tersebut, BPPTKG menganjurkan masyarakat dan pendaki untuk menikmati keindahan Merapi dari zona aman, di luar radius 3 kilometer. Aktivitas pendakian memang masih bisa dilakukan di luar batas bahaya ini. BPPTKG dan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) terus mengawasi ketat aktivitas ilegal, termasuk pendakian ke puncak, dan dapat memberikan sanksi tegas demi keselamatan.