Bromo Berselimut Salju! Embun Upas Memukau di Puncak

Bromo Berselimut Salju! Embun Upas Memukau di Puncak 1

PROBOLINGGO, KOMPAS.com – Keindahan Gunung Bromo, salah satu destinasi wisata paling ikonik di Jawa Timur, kini semakin memukau dengan hadirnya fenomena alam yang langka dan menawan. Hamparan embun upas, atau embun yang membeku menyerupai kristal es tipis, menyelimuti sebagian kawasan Bromo, menciptakan pemandangan bak negeri salju yang eksotis dan memanjakan mata wisatawan.

Kemunculan “salju” atau embun beku ini, menurut Umam Masduqi, seorang pelaku wisata di kawasan Bromo Kabupaten Probolinggo, merupakan dampak dari suhu ekstrem yang melanda. Fenomena ini akrab disebut dengan istilah lokal “bediding”, merujuk pada kondisi cuaca yang terasa sangat dingin dan menjadi pemicu utama terbentuknya hamparan embun upas tersebut.

Umam menambahkan, pemandangan “karpet salju” alami ini pertama kali teramati sejak Kamis, 10 Juli 2025. Kemunculannya yang persis menyerupai butiran salju sungguhan tentu menambah daya tarik tersendiri bagi para pengunjung yang berkesempatan menyaksikannya secara langsung.

Namun, keindahan embun upas ini tidak dapat dinikmati di sembarang lokasi. Umam menjelaskan, fenomena menakjubkan ini umumnya hanya terlihat jelas oleh wisatawan yang melintasi jalur Mentigen dan Seruni Point. Berbeda dengan kedua lokasi tersebut, jalur Penanjakan diketahui tidak menunjukkan fenomena serupa.

Kecantikan embun upas ini bersifat sangat singkat dan temporal. Hamparan es tipis ini hanya bertahan selama beberapa jam di pagi hari, tepatnya sejak dini hari hingga sesaat setelah matahari mulai menampakkan sinarnya. Seiring meningkatnya suhu udara akibat pancaran matahari, embun beku ini akan mencair dengan cepat dan menghilang, seolah tak pernah ada.

Meskipun terkesan langka, kemunculan embun upas sejatinya merupakan fenomena tahunan di Gunung Bromo. Umumnya, “salju” musiman ini dapat disaksikan saat puncak musim kemarau tiba, yang diperkuat oleh dominasi pergerakan angin timur monsun dari Benua Australia.

Menurut Umam, puncak kemunculan embun upas di Bromo biasanya terjadi menjelang bulan Agustus atau September, periode di mana suhu udara cenderung mencapai titik terendah.

Fakta menariknya, data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) wilayah Jawa Timur mencatat, pada Kamis lalu, suhu di kawasan Bromo sempat menyentuh angka 5 derajat Celsius. Angka ini menjadikannya suhu terdingin yang tercatat di seluruh wilayah Jawa Timur pada saat itu, menegaskan betapa ekstremnya kondisi dingin yang melanda Bromo.

Berbagai faktor turut berkontribusi pada penurunan suhu drastis ini. Dominasi angin timur yang berhembus dari Australia menjadi pendorong utama. Selain itu, kondisi langit yang cerah tanpa awan mempercepat pelepasan panas dari permukaan bumi ke atmosfer, menyebabkan suhu menurun secara signifikan. Uniknya, meski memasuki musim dingin, intensitas hujan yang masih sesekali turun di kawasan ini juga berperan dalam menjaga kelembaban dan mendinginkan udara lebih lanjut.

Kombinasi faktor-faktor inilah yang menciptakan kondisi ideal bagi Bromo. Suhu yang membeku secara konsisten memicu pembentukan embun upas, mengubah lanskap Gunung Bromo menjadi hamparan “karpet salju” yang menakjubkan, sebuah daya tarik unik yang hanya bisa dinikmati pada waktu-waktu tertentu.

Ringkasan

Gunung Bromo kini menampilkan fenomena alam langka berupa embun upas, kristal es tipis yang menyelimuti sebagian kawasan dan menciptakan pemandangan bak salju. Fenomena ini, yang dikenal sebagai “bediding”, disebabkan oleh suhu ekstrem dan umumnya terlihat jelas oleh wisatawan yang melintasi jalur Mentigen serta Seruni Point.

Embun upas ini bersifat singkat, hanya bertahan di pagi hari sebelum mencair seiring terbitnya matahari. Meskipun terkesan langka, ini adalah fenomena tahunan yang biasanya terjadi saat puncak musim kemarau, didukung oleh suhu dingin ekstrem seperti 5 derajat Celsius yang tercatat BMKG, angin timur dari Australia, dan langit cerah.