Hawa dingin khas dataran tinggi menyambut langkah saya saat tiba di depan Museum Srimulat, Desa Bumiaji, Batu. Ini adalah titik awal eksplorasi saya menjelajahi beragam potensi wisata edukasi yang ditawarkan oleh desa ini. Kehadiran saya di sana bukan semata untuk menikmati panorama perbukitan hijau, melainkan untuk menelusuri denyut nadi sebuah desa wisata yang sukses memadukan pesona alam, kearifan lokal, dan semangat kewirausahaan. Desa Bumiaji, yang terletak di Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur, kini menjadi contoh nyata keberhasilan program Desa Sejahtera Astra.
Inisiatif tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dari PT Astra International Tbk ini berfokus pada pemberdayaan masyarakat desa melalui empat pilar utama: Astra Sehat (kesehatan), Astra Hijau (lingkungan), Astra Cerdas (pendidikan), dan Astra Kreatif (kewirausahaan). Sebelumnya, Desa Bumiaji dikenal sebagai wilayah agraris, terutama penghasil apel dan jeruk. Namun, penurunan kualitas tanah dan dampak perubahan iklim menyebabkan hasil pertanian menurun drastis. Untuk mengatasi tantangan tersebut, Pemerintah Desa Bumiaji, didukung penuh oleh Astra dan berbagai pihak, memprioritaskan pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan sebagai sumber ekonomi baru yang menjanjikan.
Program Desa Sejahtera Astra di Bumiaji secara signifikan berfokus pada peningkatan kewirausahaan dan pelestarian budaya. Melalui pendampingan komprehensif dari Astra, masyarakat Bumiaji mendapatkan pelatihan, fasilitasi akses pasar, hingga bantuan infrastruktur untuk mengembangkan produk unggulan desa. Keenam titik wisata yang saya kunjungi, yang saya susuri dengan odong-odong khas desa, menjadi bukti nyata keberhasilan program transformatif ini.
 Memulai Petualangan di CV Bagus Agriseta Mandiri
Perjalanan saya bermula di CV Bagus Agriseta Mandiri, sebuah sentra produksi sari apel dan dodol apel yang telah tersohor di kawasan Bumiaji. Beragam olahan apel diproduksi di sini, mulai dari dodol, jenang sari apel, sari apel murni, hingga bakpia, manisan, dan keripik buah yang renyah. Saya menapaki anak-anak tangga batu yang menyesuaikan kontur rumah khas pegunungan, menuju aula utama di mana seorang karyawan menyambut hangat.
Dengan bangga, ia memaparkan perjalanan UMKM sukses ini yang merintis produksi sari apel dan dodol apel sejak 24 tahun lalu, dari skala rumahan hingga kini mampu memasarkan produknya ke berbagai toko oleh-oleh dan kota-kota besar di Indonesia. Setelah penjelasan di aula, saya diajak turun ke ruang produksi. Di sana, pemandangan para pekerja yang lincah mengupas kulit apel dan mengisi sari apel ke dalam botol menyapa mata. Aroma selai apel yang sedang dipanaskan dalam mesin memenuhi ruangan. Saya terpukau melihat prosesnya yang tidak hanya bersih dan terstandar, tetapi juga sangat terbuka bagi wisatawan yang ingin belajar langsung, menjadikannya salah satu daya tarik wisata kuliner Batu yang edukatif.
Mencicipi Kelezatan Asli Shyif Pia Buah
Selanjutnya, petualangan rasa saya bergeser ke rumah produksi pia buah. Melalui sebuah gang yang cukup untuk dua mobil berjejer, saya tiba di bangunan rumah yang bagian belakangnya disulap menjadi tempat produksi. Inilah Shyif Pia Buah, merek dari UMKM Permata Agro Mandiri. Pia ini sungguh unik dengan isian apel, nangka, dan durian, jauh berbeda dari pia kacang hijau yang lebih dulu populer di Jogja. Di sini, rasa buahnya terasa begitu nyata, tanpa sentuhan perisa buatan.
Perhatian saya tertuju pada selai apel yang dimasak dalam mesin panci besar; warnanya cokelat pekat, dengan harum legit yang menembus asap tipis yang mengepul. Kemudian saya bergerak ke bagian oven, di mana loyang-loyang berisi pia nangka berbaris rapi. Para pekerja tampak sigap membungkus pia satu per satu dengan kemasan primer plastik, lalu memprosesnya lebih lanjut dengan sealer semi-otomatis, dan memasukkannya ke kemasan karton bernuansa hijau-putih. Proses akhir ini memastikan setiap potong pia siap dipasarkan ke toko oleh-oleh maupun platform marketplace. Ketika salah satu pekerja menawarkan saya mencicipi pia nangka yang baru keluar oven, rasanya sungguh lembut dan memanjakan lidah. Ada sentuhan asam segar yang mengejutkan, melengkapi rasa manisnya. Dari obrolan singkat dengan pemilik, saya mengetahui pia ini rata-rata beromzet Rp170 juta per bulan, bahkan melonjak saat musim liburan. Dengan masa kedaluwarsa hanya dua bulan, produk yang belum laku 15 hari sebelum kedaluwarsa akan ditarik lalu dijadikan pakan ternak. Ini menunjukkan ketelitian luar biasa di balik kelezatan pia buah khas Batu agar produk tetap segar dan aman hingga detik terakhir masa simpannya, sebuah cerminan inovasi kuliner yang bertanggung jawab.
Menggigit Segarnya Inovasi: Batu Orange Cake
Perjalanan rasa saya berlanjut ke produsen Batu Orange Cake. Di sebuah dapur bersih sederhana yang bersambung dengan etalase toko, para pekerja dengan cekatan memasukkan kue ke dalam kemasan. Proses produksi sudah hampir selesai, namun aroma hangatnya masih memenuhi ruangan, menggugah selera. Untungnya, ada potongan tester yang dibagikan kepada pengunjung.
Rasa Batu Orange Cake ini agak tak terduga: manis lembut dengan semburat segar jeruk Batu, ditambah topping krim putih dan parutan keju. Sambil menikmati sepotong kue yang manis dan sedikit asam ini, saya mendengar cerita menarik bahwa Batu Orange Cake bukan milik perorangan atau badan usaha swasta, melainkan digagas oleh Tim Penggerak PKK di bawah naungan BumDes. Inovasi lokal semacam ini membuat saya kagum pada semangat ketangguhan masyarakat Bumiaji. Bagaimana tidak, dari penjualan kecil-kecilan, kini produk kuliner khas Bumiaji ini bisa mencapai lebih dari lima ribu boks terjual sejak awal peluncurannya, menunjukkan potensi besar yang digali oleh PKK Desa Bumiaji dan BumDes.
Rasa Segar dan Praktik Hijau di Kebun Jambu Kristal
Setelah puas mencicipi orange cake, saya diajak menyusuri kebun jambu kristal Bumiaji yang tak jauh dari lokasi sebelumnya. Pohon-pohon jambu berjajar rapi, buahnya tampak ranum mengintip di balik jaring pelindung. Sebelum memulai penjelajahan di kebun, saya sempat mencicipi tester produk olahan jambu kristal: Rujak Shake. Segar, renyah, manis, dan berair—benar-benar kombinasi yang sempurna. Jambu kristal di sini tidak hanya dijual mentah, tetapi juga diolah menjadi keripik jambu kristal dan kristal pastry. Bahkan, tanaman lain seperti kale diolah menjadi kale chips dan lemon menjadi dried fruit, menunjukkan keragaman produk olahan jambu dan lainnya.
Di kebun ini, saya juga menyaksikan langsung bagaimana masyarakat Bumiaji menjaga keberlanjutan lingkungan dengan menerapkan sistem pertanian organik, sejalan dengan pilar Astra Hijau. Sisa-sisa produksi jambu kristal, buah yang terlalu matang, dan tidak layak jual dikumpulkan, lalu dikomposkan dengan bantuan maggot sebagai agen dekomposer alami. Proses ini tidak hanya mempercepat penguraian bahan organik, tetapi juga menghasilkan pupuk kompos kaya nutrisi yang kembali dimanfaatkan untuk menyuburkan kebun jambu dan tanaman pangan lain. Sebuah siklus keberlanjutan yang inspiratif.
Menyelami Batik Bantengan di Anjani Batik Gallery
Petualangan berlanjut ke Anjani Batik Gallery, tempat yang dipimpin oleh Anjani Sekar Arum, tokoh inspiratif di balik Batik Bantengan. Batik ini merupakan motif khas Bumiaji yang terinspirasi dari kesenian bantengan. Selalu ada unsur-unsur yang dipakai dalam pertunjukan bantengan yang diintegrasikan ke dalam motif batik, seperti kepala banteng, bunga tujuh rupa, dupa, arang, alat musik, atau pecutnya. Di galeri batik ini, deretan kain batik beraneka motif bergelantungan di jemuran kayu, sementara produk-produk jadi seperti baju, blus, rok, daster, dompet, dan aksesori lainnya juga tersedia.
Para pengrajin di sana dengan sabar menunjukkan bagaimana mereka mencanting malam panas di atas kain putih. Saya terpukau melihat detail pola yang rumit sekaligus sarat makna budaya lokal. Menariknya, pengunjung tidak hanya bisa membeli batik, tetapi juga bisa mencoba membatik sendiri dengan bimbingan instruktur. Anjani Batik Gallery benar-benar menghadirkan pengalaman wisata budaya Bumiaji yang edukatif dan menyatu, menegaskan semangat warga Bumiaji untuk merawat tradisi sekaligus mengembangkannya menjadi produk kerajinan batik khas Batu bernilai ekonomi tinggi.
Puncak Pengalaman: Menyaksikan Seni Bantengan Anak-Anak
Hari mulai sore. Suara tabuhan gendang, terompet tradisional, dan teriakan khas mulai terdengar tepat di depan Anjani Batik Gallery. Sekelompok anak-anak berpakaian serba hitam melakukan atraksi Seni Bantengan. Saya terpaku melihat bagaimana anak-anak itu menirukan gerakan banteng dengan lincah, melakukan salto, berputar-putar, sambil mengangkat kepala boneka banteng besar.
Seni Bantengan adalah paduan seni tari dan seni bela diri tradisional Jawa yang menggambarkan pertarungan antara banteng dan harimau. Atraksi ini biasanya ditampilkan oleh orang dewasa. Namun, di Bumiaji, anak-anak diajarkan sejak dini untuk melestarikan tradisi ini. Yang berperan sebagai harimau adalah satu orang memakai kostum harimau, sedangkan yang berperan sebagai banteng ada dua orang, satu menjadi kaki depan sambil membawa kepala banteng, dan satu lagi menjadi kaki belakang lalu ditutup kain sebagai badannya. Selain itu, ada dua pendekar pengendali kepala bantengan dengan memegang pecut. Rasa haru menyelimuti, menyaksikan bagaimana tradisi pelestarian budaya Jawa ini tetap hidup dan bahkan berkembang di tangan generasi penerus, menampilkan sebuah atraksi tradisional Bumiaji yang memukau.
Saat menjelang petang, saya duduk kembali di odong-odong menuju jalan pulang, menikmati sebotol sinom dingin yang saya beli di bazar ibu-ibu PKK, sambil merenungi pengalaman sehari ini. Desa Sejahtera Astra Bumiaji bukan sekadar destinasi wisata biasa. Ia adalah tempat di mana orang bisa belajar tentang makanan lokal, budaya, dan merasakan kehangatan kebersamaan. Ada kehangatan di antara warganya, ada warisan seni yang terus dijaga, dan ada keberanian mereka membuka pintu bagi siapa pun untuk datang dan belajar.
Saya pulang membawa kantong belanja berisi kue cucur, keripik kentang, sinom, dan beras kencur karya ibu-ibu PKK. Tetapi lebih dari itu, saya pulang dengan hati yang penuh keramahan, oleh cerita inspiratif, dan oleh cita rasa yang sulit dicari di tempat lain. Program Desa Sejahtera Astra telah memberi warna baru bagi Bumiaji. Melalui semangat “satukan gerak, terus berdampak”, masyarakat Bumiaji berhasil menata ulang desanya dari desa pertanian yang menghadapi tantangan menjadi pusat wisata edukasi holistik yang membanggakan. Bagi saya, perjalanan ini adalah pengingat bahwa keindahan sejati sebuah tempat terletak pada orang-orangnya dan semangat mereka untuk terus maju tanpa melupakan akar budaya, didukung oleh semangat kewirausahaan dan kearifan lokal yang kuat.
Ringkasan
Desa Bumiaji, Batu, Jawa Timur, telah berhasil bertransformasi menjadi desa wisata edukasi yang sukses melalui program Desa Sejahtera Astra dari PT Astra International Tbk. Inisiatif CSR ini berfokus pada pemberdayaan masyarakat melalui empat pilar utama: kesehatan, lingkungan, pendidikan, dan kewirausahaan. Desa yang awalnya agraris ini kini memprioritaskan pengembangan pariwisata berkelanjutan sebagai sumber ekonomi baru, mengatasi tantangan pertanian dan meningkatkan kewirausahaan serta pelestarian budaya lokal.
Keberhasilan program ini terlihat dari beragam produk unggulan seperti olahan apel (sari, dodol, pia buah), Batu Orange Cake yang digagas PKK dan BumDes, serta produk olahan jambu kristal dari praktik pertanian organik. Bumiaji juga melestarikan budayanya melalui Anjani Batik Gallery dengan motif Batik Bantengan dan atraksi Seni Bantengan yang melibatkan anak-anak. Desa ini kini menjadi pusat wisata edukasi holistik yang membanggakan, menampilkan semangat kewirausahaan dan kearifan lokal yang kuat.