Maskapai penerbangan raksasa Australia, Qantas, secara resmi mengumumkan keputusan mengejutkan untuk menutup anak perusahaan maskapai berbiaya rendahnya di Singapura, Jetstar Asia. Penutupan operasional ini akan efektif berlaku mulai 31 Juli 2025. Keputusan strategis ini, yang dilaporkan oleh Antara pada Rabu, 11 Juni 2025, disampaikan oleh Qantas Group melalui pernyataan resmi kepada Australian Securities Exchange (ASX).
Jetstar Asia, sebuah maskapai berbiaya rendah yang telah menjadi pemain kunci selama lebih dari dua dekade di pasar penerbangan Asia Tenggara, akan menghentikan seluruh rute intra-Asia yang dilayaninya dari hub utamanya di Singapura. Dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari laman Qantas Newsroom, CEO Qantas Group, Vanessa Hudson, mengungkapkan rasa bangganya terhadap tim Jetstar Asia. “Kami sangat bangga dengan tim Jetstar Asia dan pekerjaan yang telah mereka lakukan untuk memberikan tarif rendah, kinerja operasional yang kuat, dan layanan pelanggan yang luar biasa. Ini adalah hari yang sangat berat bagi mereka,” ujar Hudson, menyoroti dampak emosional dari keputusan ini. Hudson lebih lanjut menjelaskan bahwa kenaikan signifikan biaya pemasok menjadi penyebab utama di balik keputusan berat ini. “Terlepas dari upaya terbaik mereka, kami telah melihat beberapa biaya pemasok Jetstar Asia meningkat hingga 200 persen yang dari segi material telah mengubah basis biayanya,” tambahnya, menggarisbawahi tekanan finansial yang tak terhindarkan.
Tekanan Biaya
Keputusan penutupan Jetstar Asia ini diambil sebagai respons terhadap beban finansial yang membengkak secara signifikan. Qantas memproyeksikan anak usahanya tersebut akan mencatat kerugian pokok hingga 35 juta dolar pada tahun fiskal 2024–2025, sebuah angka yang tidak dapat dipertahankan. Seperti yang dilaporkan oleh The Sydney Morning Herald, Jetstar Asia menghadapi kesulitan serius dalam bersaing dengan maskapai berbiaya rendah lainnya di kawasan, seperti Scoot milik Singapore Airlines, yang memiliki armada lebih dari 40 pesawat. Bandingkan dengan Jetstar Asia yang hanya mengoperasikan 13 pesawat Airbus A320. Armada ini, setelah penutupan, akan dialihkan untuk memperkuat pasar domestik di Australia dan Selandia Baru. Secara spesifik, sembilan unit pesawat akan memperkuat lini Jetstar di Australia, yang tidak hanya akan menggantikan armada sewaan tetapi juga diharapkan membuka 100 lapangan kerja baru di sana. Sementara itu, empat pesawat sisanya akan dialihkan ke QantasLink, guna mendukung dan meningkatkan layanan penerbangan di Australia Barat.
Pengembalian Dana
Bagi penumpang yang telah memesan tiket Jetstar Asia, Qantas memberikan jaminan penuh berupa pengembalian dana penuh, serta bantuan komprehensif untuk menemukan opsi penerbangan alternatif demi meminimalisir dampak ketidaknyamanan. Penutupan Jetstar Asia ini diperkirakan akan menimbulkan biaya restrukturisasi dan pesangon yang mencapai sekitar 175 juta dolar. Angka ini mencakup penyesuaian nilai tukar serta penyusunan nilai (depresiasi) aset yang terkait dengan operasi maskapai. Meskipun demikian, Qantas menegaskan bahwa keputusan ini merupakan langkah strategis penting yang terintegrasi dengan program pembaruan armada mereka yang lebih besar. Sebanyak 500 juta dolar dana yang dialokasikan dari perubahan ini akan dikelola dan diinvestasikan kembali ke inti bisnis domestik dan internasional Qantas. Alokasi ini juga termasuk untuk mendukung inisiatif strategis dan ambisius seperti Project Sunrise, proyek penerbangan jarak ultra-panjang mereka. CEO Qantas Group tersebut menegaskan bahwa langkah ini adalah bagian dari strategi disiplin perusahaan. “Kami membuat keputusan disiplin yang mendaur ulang modal di seluruh bisnis kami dan memprioritaskannya ke segmen yang berkinerja lebih kuat serta inisiatif pertumbuhan strategis seperti Project Sunrise,” jelasnya, menandaskan fokus Qantas pada efisiensi dan pertumbuhan jangka panjang.
Ringkasan
Qantas Group secara resmi mengumumkan keputusan untuk menutup operasional anak perusahaan maskapai berbiaya rendahnya di Singapura, Jetstar Asia, yang akan efektif berlaku mulai 31 Juli 2025. Penutupan ini menghentikan seluruh rute intra-Asia yang telah dilayani Jetstar Asia selama lebih dari dua dekade. CEO Qantas Group, Vanessa Hudson, menjelaskan bahwa kenaikan signifikan biaya pemasok hingga 200 persen menjadi penyebab utama keputusan sulit ini.
Keputusan penutupan diambil karena proyeksi kerugian inti Jetstar Asia mencapai 35 juta dolar pada tahun fiskal 2024–2025 dan kesulitan bersaing di pasar. Armada 13 pesawat Jetstar Asia akan dialihkan untuk memperkuat operasi domestik Jetstar Australia dan QantasLink. Qantas menjamin pengembalian dana penuh bagi penumpang yang telah memesan tiket dan akan menginvestasikan kembali sekitar 500 juta dolar dari restrukturisasi ini ke bisnis inti dan inisiatif strategis seperti Project Sunrise.