Akropolis adalah sebuah kompleks yang menaungi berbagai bangunan penting, lazimnya kuil dan istana, yang berdiri megah di puncak bukit atau dataran tinggi. Di masa lampau, Akropolis memegang peranan sentral sebagai pusat keagamaan politeisme bangsa Yunani kuno. Kompleks ini terkenal akan kuil-kuilnya yang terkemuka, seperti Propylaea, Athena Nike, Erechtheion, dan yang paling ikonik, Parthenon.
Dari semua struktur monumental di Akropolis, Parthenon adalah yang paling termasyhur dan telah menjadi lambang budaya serta demokrasi Barat. Artikel ini akan mengulas Parthenon secara lebih mendalam, mencakup perjalanannya yang unik dari sebuah kuil pagan hingga fungsinya sebagai gereja dan masjid, serta bagaimana ia berdiri saat ini.
1. Parthenon: Dedikasi untuk Dewi Athena
Kuil Parthenon, yang kini mendominasi Bukit Akropolis di Athena, dibangun pada pertengahan abad ke-5 SM. Megahnya struktur ini didedikasikan untuk Dewi Athena Parthenos, dewi pelindung kota Athena. Pengerjaan Parthenon dimulai pada tahun 447 SM di bawah pengawasan dua arsitek ulung, Ictinus dan Callicrates, serta pembuat patung kenamaan, Phidias. Proyek ambisius ini berhasil diselesaikan pada tahun 438 SM.
Di dalam Parthenon, sebuah patung monumental Dewi Athena karya Pheidias berdiri gagah, terbuat dari emas dan gading. Bagi bangsa Yunani kuno, kuil ini tidak hanya sekadar tempat ibadah, melainkan dianggap sebagai ‘rumah’ sang dewi, yang mereka yakini bersemayam dalam patung tersebut. Seluruh bangunan Parthenon dibangun dari marmer putih murni, dengan dimensi panjang 69 meter, lebar 30 meter, dan tinggi tiang mencapai 10 meter. Salah satu keunikan arsitekturnya adalah tiang-tiang yang sedikit menggembung di bagian tengah dan lantai yang melengkung ke atas, teknik yang dikenal sebagai entasis dan kurvature, dirancang untuk menciptakan ilusi kesempurnaan visual.
2. Parthenon pada Era Romawi Bizantium (Kristen)
Sebelum Parthenon beralih fungsi menjadi gereja Kristen, diperkirakan terjadi kebakaran dahsyat yang menyebabkan kerusakan signifikan pada strukturnya. Meskipun tidak ada catatan pasti mengenai tanggal konversi Parthenon menjadi gereja Romawi Bizantium, kemungkinan besar hal itu terjadi antara abad ke-5 hingga ke-6 Masehi. Pada periode ini, Yunani telah menjadi bagian dari Kekaisaran Romawi Bizantium dan Kristen telah ditetapkan sebagai agama negara.
Selama transformasi ini, patung monumental Dewi Athena kemungkinan besar dipindahkan atau dihancurkan, meskipun detailnya tidak tercatat secara pasti. Sebagai gantinya, interior Parthenon dihiasi dengan mosaik-mosaik Kristen yang menggambarkan Bunda Maria dan para santo. Bagian dalam cella, atau ruang utama kuil pagan, diadaptasi menjadi nave, yaitu ruang utama bagi jemaat gereja, menandai perubahan fundamental dalam fungsi dan estetika bangunan.
3. Ledakan Dahsyat yang Mengubah Parthenon
Sejarah kelam Parthenon mencatat sebuah peristiwa tragis selama Perang Venesia melawan Kekaisaran Ottoman, konflik yang bertujuan untuk membatasi ekspansi Ottoman di Eropa. Pada masa itu, Kekaisaran Ottoman telah menguasai Yunani, termasuk Athena dan Parthenon. Tanpa diduga, Ottoman menggunakan Parthenon sebagai gudang penyimpanan bubuk mesiu.
Pada tahun 1687, selama Perang Morea, pasukan Venesia di bawah komando Francesco Morosini mengepung kota Athena. Serangan meriam dari pasukan Venesia menargetkan Bukit Akropolis dari kejauhan, dan salah satu tembakan secara fatal mengenai gudang mesiu di dalam Parthenon. Akibatnya, terjadi ledakan dahsyat yang menghancurkan seluruh bagian tengah Parthenon. Atap runtuh total, banyak kolom roboh, serta patung dan relief-relief berharga seperti Frieze dan Metope mengalami kerusakan parah, sebagaimana dilaporkan oleh historytoday.
4. Parthenon di Bawah Kekuasaan Ottoman (Muslim)
Kekuasaan Ottoman atas Akropolis dimulai pada tahun 1458, ketika Sultan Mehmed II berhasil merebutnya. Sultan Mehmed II dikenal sebagai sosok yang sangat mengagumi kota klasik Athena, dan ia bahkan mengeluarkan dekrit kekaisaran untuk melindungi sisa-sisa peninggalan bersejarah di Athena, termasuk Parthenon. Meskipun tanggal pasti konversi Parthenon dari gereja menjadi masjid tidak diketahui, transformasi ini terjadi di bawah pemerintahan Ottoman.
Selama periode ini, menara lonceng gereja diubah menjadi menara masjid untuk mengumandangkan azan, dan interior Parthenon dihiasi dengan ornamen-ornamen Islam. Namun, masjid pertama yang berdiri di Parthenon kemudian dibom oleh pasukan Venesia, seperti yang terjadi pada insiden ledakan bubuk mesiu sebelumnya. Pada abad ke-18, masjid kedua dibangun kembali di ruang utama kuil tersebut. Setelah Yunani merdeka dari kekuasaan Ottoman, Parthenon tidak lagi berfungsi sebagai masjid.
Kini, Parthenon bukan lagi gereja atau masjid, melainkan berdiri sebagai sisa reruntuhan bersejarah yang memukau. Banyak dari reliefnya, seperti Metope dan Frieze, serta patung-patung kuno, telah dipindahkan dan kini dapat ditemukan di British Museum. Perjalanan panjang Parthenon, dari rumah suci Dewi Athena, menjadi gereja, lalu masjid, hingga akhirnya menjadi monumen reruntuhan yang kita kenal sekarang, menjadikannya salah satu daya tarik wisata utama bagi jutaan pengunjung yang datang ke Athena setiap tahun.
Ringkasan
Parthenon, kuil ikonik di Akropolis Athena, dibangun pada pertengahan abad ke-5 SM oleh Ictinus, Callicrates, dan Phidias sebagai dedikasi untuk Dewi Athena Parthenos. Dibangun seluruhnya dari marmer putih, struktur megah ini menampilkan teknik arsitektur unik seperti entasis dan kurvature. Awalnya, ia menyimpan patung monumental Dewi Athena dan berfungsi sebagai ‘rumah’ bagi sang dewi.
Seiring waktu, Parthenon mengalami beberapa perubahan fungsi, beralih menjadi gereja Kristen pada era Romawi Bizantium, dan kemudian menjadi masjid di bawah kekuasaan Ottoman. Pada tahun 1687, ledakan dahsyat akibat penyimpanan bubuk mesiu menghancurkan sebagian besar bangunan. Kini, Parthenon berdiri sebagai reruntuhan bersejarah, dengan banyak relifnya dipindahkan ke British Museum, menjadikannya daya tarik wisata global.