Tragis! 3 Situs Khmer Merah Warisan Dunia UNESCO Ini Wajib Diketahui

Tragis! 3 Situs Khmer Merah Warisan Dunia UNESCO Ini Wajib Diketahui 1

Lima puluh tahun setelah Khmer Merah menguasai Phnom Penh pada 17 April 1975, Kamboja hingga kini masih bergulat dengan warisan yang mendalam dan menyakitkan dari periode kelam tersebut. Era itu secara drastis membentuk kembali lanskap politik, sosial, dan hukum di negara ini, seperti dilaporkan oleh Al Jazeera.

Kemenangan Khmer Merah awalnya sempat memicu harapan akan berakhirnya konflik berkepanjangan di kalangan banyak warga Kamboja. Namun, harapan itu segera sirna dan berganti ketakutan mencekam ketika rezim tersebut secara paksa mengevakuasi dua juta penduduk ibu kota ke pedesaan. Kebijakan ini, yang bertujuan mengubah Kamboja menjadi negara komunis agraris, berujung pada eksodus brutal yang merenggut ribuan nyawa, memecah belah keluarga, mengosongkan rumah sakit, dan mengusir paksa warga dari kediaman mereka di bawah ancaman senjata.

Era kekuasaan Khmer Merah dari 1975 hingga 1979 membawa kehancuran sistemik terhadap institusi-institusi vital Kamboja, terutama sistem hukumnya. Rezim ini tanpa ampun mengeksekusi hampir semua profesional hukum, menghancurkan sekolah-sekolah hukum, dan menghilangkan prinsip-prinsip hukum mendasar seperti independensi peradilan, praduga tak bersalah, serta hak untuk mendapatkan bantuan hukum. Kerugian ini bukan hanya pada sumber daya manusia, tetapi juga pada fondasi budaya hukum dan keadilan negara.

Meskipun Perjanjian Perdamaian Paris 1991 menjanjikan masa depan yang demokratis bagi Kamboja, upaya membangun kembali sektor hukum dan memulihkan budaya keadilan merupakan proses yang lambat dan penuh tantangan. Jejak-jejak kehancuran ini bahkan masih sangat terasa di pengadilan Kamboja hingga saat ini. Di ranah politik, memori akan Khmer Merah tetap menjadi kekuatan yang kuat dan sering kali memecah belah. Sejarah kelam rezim ini kerap dipolitisasi oleh beberapa pemimpin untuk menekan perbedaan pendapat atau mempromosikan agenda nasionalis, sehingga menyisakan sedikit ruang untuk dialog terbuka dan kritis mengenai masa lalu.

Tiga Situs Kekejian Khmer Merah Diakui UNESCO

Dalam perkembangan signifikan lainnya, tiga situs di Kamboja yang sarat dengan kisah penyiksaan dan eksekusi massal rezim Khmer Merah, kini telah resmi diakui oleh UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia. Pengumuman ini, sebagaimana dilansir Al Jazeera, disampaikan pada Sidang ke-47 Komite Warisan Dunia di Paris, Jumat, 11 Juli 2025. Momen penting ini bertepatan dengan peringatan 50 tahun naiknya kekuasaan Khmer Merah, mengukuhkan situs-situs ini sebagai bagian tak terpisahkan dari sejarah manusia. Ketiga situs tersebut adalah:

Museum Genosida Tuol Sleng (S-21)

Awalnya merupakan sekolah menengah atas di Phnom Penh, lokasi ini diubah oleh Khmer Merah menjadi penjara S-21 yang terkenal kejam. Diperkirakan sekitar 15.000 orang ditahan, disiksa, dan sebagian besar dieksekusi di sini. Kini, Museum Genosida Tuol Sleng berdiri sebagai saksi bisu, menyimpan koleksi foto hitam-putih para korban dan memamerkan alat-alat penyiksaan yang digunakan selama rezim tersebut.

Pusat Genosida Choeung Ek

Juga berlokasi di dekat Phnom Penh, Choeung Ek, yang dulunya adalah pemakaman Tionghoa, bertransformasi menjadi salah satu “ladang pembantaian” paling mengerikan di bawah rezim Khmer Merah. Ribuan tahanan dari S-21 (Tuol Sleng) diangkut ke tempat ini untuk dieksekusi massal. Setelah runtuhnya Kampuchea Demokratik pada 1979, kuburan massal ditemukan di sana, dan jenazah para korban kemudian digali lalu diabadikan dalam sebuah stupa Buddha. Saat ini, situs tersebut menjadi pengingat yang gamblang akan kekejaman yang tak terbayangkan dan menjadi pusat upacara peringatan tahunan, terutama pada 20 Mei, yang dikenal sebagai “Hari Peringatan”.

Penjara M-13

Berada di pedesaan provinsi Kampong Chhnang, M-13 adalah salah satu penjara utama Khmer Merah pada masa-masa awal berdirinya. Para tahanan di sini menjadi sasaran interogasi brutal, penyiksaan yang keji, dan eksekusi. Situs ini masih menyimpan sisa-sisa samar lubang-lubang tempat para tahanan disekap, seolah membisikkan kisah horor masa lalu.

Apa Pentingnya Pencantuman UNESCO?

Daftar Warisan Dunia UNESCO mencakup situs-situs yang memiliki signifikansi global bagi kemanusiaan, sejajar dengan Tembok Besar Cina, Piramida Giza, Taj Mahal, dan kompleks Angkor di Kamboja. Penambahan ketiga situs genosida Khmer Merah ini bertujuan sebagai pengingat abadi akan kekejaman yang pernah terjadi, serta untuk menekankan pentingnya menjaga perdamaian global dan martabat manusia.

Perdana Menteri Hun Manet mengajak seluruh warga Kamboja untuk menabuh genderang perayaan di seluruh negeri atas pengakuan ini. Beliau menekankan bahwa pencantuman tersebut diharapkan dapat menginspirasi masyarakat untuk mengambil pelajaran berharga dari masa tergelap dalam sejarah mereka dan berupaya menuju masa depan yang lebih cerah bagi semua.

Banyak pihak berpendapat bahwa mengingat kejatuhan Phnom Penh adalah esensial, bukan untuk membuka kembali luka lama, melainkan untuk menggarisbawahi urgensi keadilan, demokrasi, dan martabat manusia dalam pembangunan Kamboja yang berkelanjutan. Trauma era Khmer Merah juga terus memberikan dampak signifikan terhadap sikap geopolitik dan politik internal negara itu hingga kini.

Para penyintas era Khmer Merah telah menyuarakan dukungan kuat mereka terhadap pengakuan UNESCO ini. Chum Mey, salah satu dari segelintir penyintas S-21, mengungkapkan bahwa daftar tersebut berfungsi sebagai pengingat nyata akan penyiksaan yang ia alami dan sangat penting untuk mendidik generasi mendatang tentang masa lalu Kamboja yang kelam.

Kini, situs-situs ini tidak hanya berdiri sebagai monumen pengingat bagi para korban, tetapi juga sebagai pusat pendidikan vital yang didedikasikan untuk memastikan bahwa kengerian era Khmer Merah tidak akan pernah terlupakan dan menjadi pelajaran berharga bagi peradaban manusia.

Pilihan Editor: Wali Kota di Jepang yang Terlibat Ijazah Palsu Bakal Mencalonkan Diri Lagi

Ringkasan

Era Khmer Merah (1975-1979) menandai periode kelam di Kamboja, dengan evakuasi paksa dua juta penduduk dan penghancuran sistemik institusi penting, terutama sistem hukum. Rezim brutal ini merenggut ribuan nyawa dan mengeksekusi hampir semua profesional hukum, meninggalkan warisan mendalam yang masih memengaruhi lanskap politik, sosial, dan hukum negara hingga saat ini. Upaya membangun kembali keadilan dan demokrasi di Kamboja masih menghadapi tantangan besar.

Dalam perkembangan signifikan, tiga situs kekejaman Khmer Merah di Kamboja kini diakui UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia, bertepatan dengan peringatan 50 tahun naiknya kekuasaan rezim tersebut. Ketiga situs itu adalah Museum Genosida Tuol Sleng (S-21), Pusat Genosida Choeung Ek, dan Penjara M-13, yang semuanya menjadi saksi bisu kekejaman dan eksekusi massal. Pengakuan ini berfungsi sebagai pengingat abadi akan kekejaman yang terjadi serta menekankan pentingnya menjaga perdamaian global dan martabat manusia.